Sabtu, 28 Desember 2013

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA



MAKALAH
Pemberian Sanksi Terhadap Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil Sebagai Upaya Pembentukan Aparatur Yang Bertanggung Jawab
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Administrasi Negara”

Dosen Pengampu:
Imam Sukadi, M.H
Description: Description: Description: D:\UIN WARNA Fakultas Tarbiyah.jpg
Tim Penyusun:
1.    Sulthan Shalahuddin Nur       (11220107)
2.    Sholihatun                         (11220055)
3.    Elya Intan Kusuma Dewi      (11220042)



JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITA ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………… 1
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang……………………………………….…………………………….………… 2
B.    Rumusan Masalah…………………………………………………….……………………. 4
C.    Tujuan Penulisan……….…………………………………………….………………….…. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Sanksi Administrasi Negara……………………….………………….... 5
B.    Jenis Dan Macam Sanksi Administrasi Negara…………….………………….….. 6
C.    Persamaan Dan Perbedaan Sanksi Administrasi Dengan Sanksi Pidan…. 11
D.   Badan Yang Berwenang Mengusut Pelanggaran Norma HAN…………….. 12
BAB III PEMBAHASAN
A.    Penerapan Sanksi pada Pegawai Negeri Sipil………………………………….… 14
B.    Dampak Pemberian SankSi Terhadap Kedisiplinan PNS……................... 17
BAB IV PENUTUP
A.    Hasil Diskusi……………………………………………………………
B.    Kesimpulan……………………………………………………………..
C.    Saran……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sebagai bangsa Indonesia yang mempnyai cita-cita untuk mewujudkan tujuan Nasional yang telah menjadi landasan di dalam Alinea ke-IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka demi menciptakan cita-cita Negara tersebut tim penyusun berusaha ingin mengembalikan semangat bangsa Indonesia dengan beusaha membantu masyarakat dalam hal pemahaman mengenai sanksi-sanksi hukum yang harus ditaati oleh setiap kalangan masyarakat.
Untuk menjalankan system pemerintahan di daerah dengan mengandalkan para pegawai negeri sipilnya tidak terlepas dari adanya konsep Good Governance. Dengan adanya konsep tersebut, maka sector pemerintah tidak dapat lagi sebagai pemain utama untuk melakukan hak monopoli dalam penentuan kebijakan publik. Hubungan kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat harus dikembangkan jika paradigma kepemrintahan yang baik benar-benar akan dilaksanakan. Pemerintah sebagai organisasi adalah suatu alat saling hubungan satuan-satuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalam struktur kewenangan. Dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh pemerintah atasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak sampai dasar dari seluruh badan usaha.
Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasi  pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.
Standar, norma, dan prosedur pembinaan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Dalam konteks hukum kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara memiliki peran sentral dalam membawa komponen-komponen kebijaksanaan-kebijaksanaan dan peraturan-peraturan pemerintah. Peranan dari Pegawai Negeri Sipil seperti diistilahkan dalam dunia militer "not the gun, the man behind the gun" yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang menggunakan senjata itu. Senjata yang modern tidak mempunyai arti apa-apa apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu dengan tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar. Namun demikian fenomena yang terjadi, seringnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, maupun pelanggaran berat.
Kedisiplinan sangat diperlukan dalam kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang  dimaksud disiplin di sini adalah kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang memuat suatu keharusan atau larangan dan bagi mereka yang tidak mematuhi dikenai sanksi.
“Jatah libur dan cuti bersama di momen Idhul Fitri mulai 17 Agustus hingga Rabu kemarin (22/8/2012) rupanya belum cukup di sebagian abdi negara Pemkot Samarinda. Sedikitnya 436 dari 3006 pegawai negeri di 48 SKPD tak masuk kerja alias mangkir di hari pertama kerja setelah masa cuti bersama. Tahun sebelumnya (2011) tingkat kehadiran pasca cuti bersama mencapai 98 persen, di tahun ini turun drastis menjadi 85 persen.
Inspeksi yang digelar selama dua kali (16 dan 23 Agustus2012) lalu oleh pembina pegawai, menunjukkan banyaknya pegawai di lingkungan Pemkot Samarinda yang tidak disiplin dengan membolos.Dalam dua kali inspeksi pada Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Tidak Tetap Bulnan (PTTB), dan Pegawai Tidak Tetap Harian (PTTH) yang berjumlah 3.006 orang, tercatat 284 dan 346 orang yang tidak hadir.
Instansi yang kurang berhasil membina pegawainya ternyata berjumlah lebih dari sepuluh SKPD. Diawali tiga instansi yang memiliki alpa tertinggi: Dinas Cipta Karya dan Tata Kota (Discipkatakot), Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), serta Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP). Disusul Dinas Pendidikan (Disdik), Bagian Humas dan Protokol, Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, Kantor 3 Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Serta Dinas Kesehatan.
Sehingga tim penyusun dalam hal ini menjadikan makalah dengan judul Pemberian Sanksi Terhadap Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil Sebagai Upaya Pembentukan Aparatur Yang Bertanggung Jawab.
Sebagaimana tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Pegawai Negeri Sipil:
“Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.”[1]

A.   Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah utama dalam pembahasan makalah kami adalah:
1.    Bagaimana penerapan sanksi administrasi pada Pegawai Negeri Sipil yang tidak disiplin sebagai aparatur yang bertangung jawab?
2.    Bagaimana dampak pemberian sanksi Administrasi sebagai aparatur yang bertanggung jawab?

B.   Tujuan
Beranjak dari rumusan masalah yang akan dilontarkan dalam makalah kami di atas, maka tujuan yang akan dikaji dalam pembahasan adalah:
1.    Mengetahui penerapan sanksi administrasi pada Pegawai Negeri Sipil yang tidak disiplin sebagai aparatur yang bertanggung jawab.
2.    Mengetahui dampak dari pemberian sanksi administrasi terhadap kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur yang bertanggung jawab.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pengertian Sanksi Administrasi Negara
Sanksi (sanctio, Latin, sanctie, Belanda) adalah ancaman hukuman, merupakan satu alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, UU, norma-norma hukum. Penegakan hukum pidana menghendaki sanksi hukum, yaitu sanksi yang terdiri atas derita khusus yang dipaksakan kepada si bersalah. derita kehilangan nyawa (hukuman mati), derita kehilangan kebebasan (hukuman penjara dan kurungan), derita kehilangan sebagian kekayaa (hukuman denda dan perampasan) dan derita kehilangan kehormatan (pengumuman keputusan hakim. Penegakan hukum perdata menghendaki sanksi juga yang terdiri atas derita dihadapkan dimuka pengadilan dan derita kehilangan sebagian kekayaannya guna memulihkan atau mengganti kerugian akibat pelanggaran yang dilakukannya. Sanksi sebagai alat penegak hukum bisa juga terdiri atas kebatalan perbuatan yang merupakan pelanggaran hukum. Baik batal demi hukum (van rechtwege) maupun batal setelah ini dinyatakan oleh hakim.
Sanksi dalam Hukum Administrasi yaitu “alat kekekuasaan yang bersifat hukum public yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi Negara.” Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi dalam hukum administrasi Negara, yaitu alat kekuasaan (machtmiddelen), bersifat hukum publik (publiekrechtlijke), digunakan oleh pemerintah (overheid), sebagai reaksi atas ketidakpatuhan (reactive op niet-naleving).[2]
Pada umumnya tidak ada gunanya memasukan kewajiban-kewajiban atau larangan bagi para warga di dalam peraturan perundang-undangan tata usaha negara, manakala aturan tingkah laku tidak dapat dipaksakan oleh pejabat tata usaha negara.
A.   Jenis Dan Macam Sanksi Administrasi Negara.[3]
a.    Jenis Sanksi dalam Sanksi Hukum Administrasi
Ditinjau dari segi sasarannya, dalam hukum administrasi di kenal dua jenis sanksi.
1.    sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula sebelum atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie), dengan kata lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran. misalnya  paksaan pemerintah (bestuursdwang), pengenaan uang paksa (dwangsom),
2.    sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif,
Di samping dua jenis sanksi tersebut,ada sanksi lain yang oleh J.B.J.M ten Berge disebut sebagai sanksi regresif (regressieve sancties), yaitu sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi ini ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya ketetapan. Contohnya: penarikan, perubahan, dan penundaan suatu ketetapan.
Ditinjau dari segi tujuan diterapkannya sanksi, sanksi regresif ini sebenarnya tidak begitu berbeda dengan sanksi reparatoir. Bedanya hanya terletak pada lingkup dikenakannya sanksi tersebut. Sanksi reparatoir dikenakan terhadap pelanggaran norma hukum administrasi secara umum, sedangkan sanksi regresif hanya dikenakan terhadap ketentuan-keentuan yang terdapat dalam ketetapan.
Menurut philipus M. Hadjon, penerapan sanksi secara bersama-sama antara hukum administrasi dengan hukum lainya dapat terjadi, yakni kumulasi internal dan kumulasi eksternal. Kumulasi ekstrenal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana atau sanksi perdata. Khusus untuk sanksi perdata, pemerintah dapat menggunakannya dalam kapasitasnya sebagai badan hukum untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya. Sanksi pidana dapat diterapkan bersama-sama dengan sanksi administrasi, artinya tidak diterapkan prinsip “ne bis in idem”(secara harfiah, tidak dua kali mengenai hal yang sama, mengebai perkara yang sama tidak boleh disidangkan untuk kedua kalinya). Dalam hukum administrasi dengan sanksi pidana  ada perbedaan sifat dan tujuan.
b.    Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi.[4]
Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).
1.    Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)
 Berdasarkan UU Hukum administrasi belanda: Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.
Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.
Sebagai contoh dapat di perhatikan dari fakta pelanggaran berikut ini:
1)    Pelanggaran yang tidak bersifat substansial
seseorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, tetapi orang tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Dalam hal ini, pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar rumah tesebut. Terhadap pelanggaran yang tidak bersifat substansial ini masih dapat di lakukan legalisasi. Pemerintah harus memerintahkan kepada orang bersangkutan untuk mengurus IMB. Jika orang tersebut, setelah diperintahkan dengan baik, tidak juga mengurus izin, pemerintah dapat menerapkan beestuursdwang, yaitu pembongkaran
2)    Pelanggaran yang bersifat substansial
Seseorang membangun rumah di kawasan industri atau seorang pengusaha membangun industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan tata ruang atau rencana peruntukan (bestemming) yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini termasuk pelanggaran yang bersifat substansial, dan pemerintah. Hal ini termasuk pelanggaran yang bersifat substansial, dan pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.
Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara.
Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat, Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas, Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.

2.    Penarikan kembali KTUN yang menguntungkan
Ketetapan yang menguntungkan(begunstigende bechikking)  artimya ketetapan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui ketetapan atau bila ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin ada.
Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.
Sanksi ini  termasuk sanksi berlaku ke belakang (regressieve sancties) yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum ketetapan itu di buat.Sanksi penarikan kembali KTUN yang menguntungkan diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar.
Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu, Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan.
Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.
Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai Sanksi ini terjadi melingkupi jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran. Jika yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.
3.    Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)
N.E. Algra, mempunyai pendapat tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga.
Menurut hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan.
Pengenaan uang paksa merupakan alternatif untuk tindakan nyata, yang berarti sebagai sanksi subsidiaire dan dianggap sebagai sanksi reparatoir. Persoalan hukum yang dihadapi dalam pengenaan dwangsom sama dengan pelaksanaan paksaan nyata. Dalam kaitannya dengan KTUN yang menguntungkan seperti izin, biasanya pemohon izin disyaratkan untuk memberikan uang jaminan. Jika terjadi pelanggaran atau pelanggar(pemegang ijin) tidak segera mengakhirinya. Uang jaminan itu dipotong sebagai dwangsom. Uang jaminan ini lebih banyak digunakan ketika  pelaksanaan bestuurdwang sulit dilakukan.
4.    Pengenaan Denda Administrasiinistratif
Menurut P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.
Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang kepada organ pemerintah untuk menjatuhkan hukuman yang berupa denda (geldboete) terhadap seseorang yang telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan. Pemberian wewenang langsung (atrybutie) mengenai saksi punitif ini dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan. Sanksi ini biasanya terdapat dalam hukum pajak, jaminan sosial, dan hukum kepegawaian. Pada umumnya dalam berabagai peraturan perundang-undangan, hukuman yang berupa denda ini telah ditentukan mengenai jumlah yang dapat dikenakan kepada pihak yang melanggar ketentuan. Berkenaan dengan denda administrasi ini, didalam algemene bepalingen van administratif recht, disimpulkan bahwa, denda administrasi hanya dapat diterapkan atas dasar kekuatan wewenang yang diatur dalam undang-undang dalam arti formal.
B.   Persamaan Dan Perbedaan Sanksi Administrasi Dengan Sanksi Pidana.
Perbedaan Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi  sasaran penerapannya ditujukan pada perbuatan, sifat sanksi administrasi reparatoir-condemnatoir (pemulihan kembali keadaan semula dan memberikan hukuman )prosedurnya dilakukan secara langsung oleh pemerintah atau pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan. Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan. Adapun kumulasi internal merupakan penerapan dua atau lebih sanksi administrasi secara bersama-sama, misalnya penghentian pelayanan dan/ atau pencabutan izin dan atau pengenaan denda.
Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat, keberadaan sanksi administratif ini semakin penting artinya, apalagi di tengah masyarakat perdagangan dan perindustrian. Menurut mochtar kusumaatmadja dan arief sidarta, didalam kehidupan masyarakat masa kini, dimana segala bentuk usaha besar dan kecil bertambah memainkan peranan yang penting di dalam kehidupan masyarakat, sanksi administratif semakin yang dapat berbentuk penolakan pemberian perizinan setelah dikeluarkan izin sementara (preventif) atau mencabut izin yang telah di berikan (represif), jauh lebih efektif untuk memaksa orang menaati ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur usaha dan industri dan perlindungan lingkungan di bandingkan dengan sanksi-sanksi pidana. Itulah sebabnya mengapa di bidang pengaturan perusahaan industri dan juga di bidang perlindungan dan pelestarian lingkungan, sanksi-sanksi administrtif lebih diutamakan di bandingkan sanksi pidana.
C.   Badan Yang Berwenang Mengusut Pelanggaran Norma HAN
Indonesia sebagai Negara Hukum, menjamin hak Asasi Manusia tiap-tiap penduduknya. termasuk dalam hal administrasi Negara. Pemerintah sebagai aparat yang melaksanakan kegiatan administrasi di Negara ini, tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penyelewengan-penyelewengan kekuasaan, sehingga merugikan masyarakat Indonsia. Untuk itu, Pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 diberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh penguasa.
Menurut Undang-undang Pasal 4  Nomor  5 Tahun 1986, Peradilan Tata Usaha Negara adalah “salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman” bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
 Peradilan Tata Usaha Negara dijalankan oleh Pengadilan Negeri. Bagian Tata Usaha yang dibentuk di samping Bagian Pidana dan Bagian Perdata yang ada sekarang, dengan banding ke Pengadilan Tinggi, Bagian Tata Usaha Negara, dan seterusnya, bilamana perlu ke Mahkamah Agung.[5]
Sengketa yang dimaksud adalah berdasarkan Pasal 1 butir 10 UU No. 51 Tahun 2009 perubahan kedua atas UU No. 5 Tahun 1986, yang menyebutkan bahwa :
“Sengketa Tata Usaha Negara (sengketa administrasi negara) adalah sengketa yang timbul dalam bidang dalam tata usaha negara (administrasi negara) antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara (pejabat administrasi negara) baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara (keputusan administrasi negara), termasuk kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Lembaga-lembaga yang bertugas untuk menetapkan keadilannya atau dengan perkataan lain bertugas memberi kontrol, meminta pertanggungjawaban dan memberikan sanksi-sanksinya, maka tindakan pertama yang harus diperhatikan ialah mencari kebenaran tentang fakta-fakta. Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu lembaga yang bertugas menyelenggarakan keadilan ini juga harus memperhatikan kebenaran-kebenaran tersebut untuk mencapai keadilan.
Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.
Namun, kekuasaan badan Pengadilan Tata Usaha Negara, menurut Pasal 48 ayat (2) adalah sebagai berikut:
Pengadilan Tata Usaha Negara baru berwenang memeriksa, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara “jika kalau seluruh upaya administratif yang bersangkutan” telah digunakan.
Dengan demikian jelaslah, bahwa Sistem Peradilan Administrasi Negara yang ada harus dipergunakan terlebih dulu sampai tidak mungkin lagi, barulah perkaranya dapat dimajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.[6]
Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya menegakkan hukum publik, yakni hukum administrasi sebagaimana ditegakkan dalam Undang-Undang PTUN Pasal 47 bahwa sengketa yang termasuk lingkup kewenangan PTUN adalah sengketa tata usaha negara.
Peradilan Tata Usaha Negara melalui UU No 5 Tahun 1986 tidak hanya melindungi hak individu tetapi juga melindungi hak masyarakat. pasal-pasal yang langsung menyangkut perlindungan hak-hak masyarakat adalah Pasal 49, pasal 55, dan pasal 67.
D.   Pegawai Negeri Sipil
Menurut J.H.A. Logemann bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas publik (open bare dienst betrokking) dengan Negara. Mengenai hubungan dinas publik ini terjadi jika seseorang mengikat dirinya untuk tunduk pada pemerintah dan pemerintah untuk melakukan suatu atau beberapa macam jabatan tertentu dengan mendapatkan penghargaan berupa gaji dan beberapa keuntungan lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Pasal 1 ayat (1) menyatakan :
a)    Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya, dan digaji didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b)   Manajemen PNS adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efesiensi, dan derajat profesionalisme menyelenggarakan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengaduan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi,pengajian, kesejahteraan dan penghentian.
Pegawai Negeri mempunyai peranan amat penting sebab pegawai negeri merupakan unsur aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintah dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan Negara kita, seperti terdapat dalam pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpa darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Keempat tujuan Negara ini hanya bisa dicapai dengan adanya pembangunan nasional yang dilakukan dengan perencanaan matang, realistik, terarah dan terpadu, terhadap bersungguhsungguh, berdaya guna dan berhasil guna (S.F. Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2000:98).
Menurut J.B Sumarlin menyatakan, bahwa agar PNS dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka pembinaan harus diarahkan untuk menjamin (Sudibyo Triatmodjo, 1983:93), antara lain :
1.  Agar satuan organisasi lembaga pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang rasional berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang dibebankan kepadanya.
2.  Pembinaan yang terintegrasi terhadap seluruh PNS artinya bahwa terhadap semua PNS berlaku ketentuan yang sama.
3.   Pembinaan PNS atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja.
4.  Pengembangan sistem penggajian yang mengarah pada penghargaan terhadap prestasi dan besarnya tanggung jawab.
5.   Melaksanakan tindakan korektif yang tegas terhadap norma-norma hukum dan norma-norma kepegawaian.
6.   Penyempurnaan sistem administrasi kepegawaian dan sistem pengawasannya.
7.  Pembinaan kesetiaan dan ketaatan penuh pegawai negeri terhadap Negara dan pemerintah.
E.    Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil (PNS)
PNS baik pusat maupun daerah mempunyai kewajiban setia dan taat pada Pancasila dan UUD 1945, Negara Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan haknya adalah mendapatkan gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.
Gaji PNS yang diterima harus memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan (Harif Nurcholis, 2007:250). Setiap PNS berhak memperoleh gaji yang layak dan sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawab menurut Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Pasal 7 menyatakan:
a.  Gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.
b.  Gaji yang diterima oleh pegawai negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan.
c.   Gaji pegawai negeri yang adil dan layak sebagaimana ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Pasal 8 dinyatakan setiap PNS berhak cuti dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1976 tentang Cuti PNS, ada 6 (enam) macam cuti yaitu :
1)  Cuti Tahunan
2)  Cuti Besar
3)  Cuti Sakit
4)  Cuti Bersalin
5)  Cuti karena alasan penting
6)  Cuti diluar tanggungan Negara
Pengabdian seorang PNS sangatlah dibutuhkan untuk membantu kelancaran daripada pelaksanaan fungsi pelayanan administrasi kepada masyarakat sehingga setiap PNS wajib :
a)  Setia dan taat pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah.
b)  Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c)   Mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d)  Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab.
F.    Disiplin  Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
1. Hukuman disiplin ringan, yang terdiri dari:
a.  teguran lisan;
b.  teguran tertulis; dan
c.   pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Hukuman disiplin sedang, yang terdiri dari:
a.  penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun;
b.  penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun; dan
c.    penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
3. Hukuman disiplin berat, yang terdiri dari:
a.  penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun;
b.  pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c.    pembebasan dari jabatan;
d.  pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;
e.   pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS











BAB III
PEMBAHASAN

A.   Penerapan Sanksi pada Pegawai Negeri Sipil
Seperti yang telah kami bahas pada bab sebelumnya bahwa kedudukan hukum seorang Pegawai Negeri Sipil diatur dalam berbagai perundang–undangan kepegawaian dan berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang aktif melaksanakan tugasnya maupun Pegawai Negeri Sipil yang sudah tidak aktif melaksanakan tugasnya. Peraturan perundang–undangan tersebut menjadi pedoman bagi para Pegawai Negeri Sipil untuk menjalankan kewajiban–kewajiban dan menjauhi larangan –larangannya serta cara memperoleh hak-haknya.
Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat harus bisa menjadi teladan bagi masyarakat secara keseluruhan agar masyarakat dapat percaya terhadap peran Pegawai Negeri Sipil. Disiplin Pegawai Negeri Sipil diperlukan untuk mewujudkan
aparatur Pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Pembentukan disiplin dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu melalui pengembangan disiplin pribadi yaitu pengembangan disiplin yang datang dari individu dan melalui penerapan tindakan disiplin yang ketat, artinya bagi seorang pegawai yang melakukan tindakan indisipliner akan dikenai hukuman atau sanksi sesuai dengan tingkatan kesalahan.
Diadakannya disiplin bagi suatu organisasi pemerintah atau swasta mempunyai maksud dan tujuan tersendiri. Tujuan disiplin menurut
Moekiyat adalah :
“Tujuan disiplin baik kolektif maupun perorangan yang sebenarnya adalah untuk menjuruskan atau mengarahkan tingkah laku pada realisasi yang harmonis dari tujuan yang diinginkan.”
Seorang pegawai yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya tentu akan menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya dan menjauhi larangan–larangan yang akan menurunkan kredibilitasnya. Sebagai seorang PNS tentu harus menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya seperti yang tercantum pada tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Karena itu setiap pejabat yang berwenang menghukum sebelum menjatuhkan hukuman disiplin harus memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Sesuai dengan Pasal 7 PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri.
(1)  Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
1.    Hukuman disiplin ringan;
2.    Hukuman disiplin sedang; dan
3.    Hukuman disiplin berat.
Bagi pegawai negeri Sipil yang melanggar kedisiplinan akan diberikan beberapa hukuman di atas agar memberikan efek jera bagi para PNS yang melanggar. Berikut adalah contoh pemberian hukuman kedisiplinan bagi pegawai PNS sesuai dengan hukuman yang disebutkan dapam Pasal 7 PP Nomor 53 Tahun 2010.
Hukuman disiplinan ringan akan dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap PNS yang tidak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja seperi:
1.       Teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja;
2.       Teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10(sepuluh) hari kerja; dan
3.       Pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja;



Sedangkan hukuman disiplin sedang akan dijatuhkan bagi PNS yang melanggar, seperti :
1.    Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua pulah) hari kerja;
2.    Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan sah selam 21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima) hari kerja; dan
3.    Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja;
Dan terakhir yaitu pemberian hukuman disiplin berat yang akan di jatuhkan bagi PNS yang melanggar seperti berikut:
1.    Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja;
2.    Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja;
3.    Pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan
4.    Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih;
Terhadap PNS yang disangka melakukan pelanggaran disiplin diadakan pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah PNS yang bersangkutan benar telah melakukan pelanggaran disiplin. Pemeriksaan juga bertujuan untuk mengetahui latar belakang serta hal-hal yang mendorong pelanggaran disiplin tersebut. Pemeriksaan dilaksanakan sendiri oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk.
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dapat mendelegasikan sebagian wewenang penjatuhan hukuman disiplin lepada pejabat lain di lingkungan masing-masing, kecuali mengenai hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah. Pendelegasian wewenang menjatuhkan hukuman disiplin dilaksanakan dengan surat keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan.
    Tahap pertama sanksi administrasi yang diberikan berupa teguran lisan. Alasan pemberian teguran lisan biasanya karena alasan kelebihan hari cuti, jam masuk kantor yang terlambat atau pulang kantor yang lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan, dan terlambatnya penyampaian berkas perkara. Setelah mendapat teguran lisan tersebut, para pegawai biasanya tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah kita amati, seperti kasus yang terjadi di jakarta. Adanya razia yang dilakukan oleh Satpol PP di berbagai pusat perbelanjaan, ditemukan banyak PNS yang sedang jelan-jalan di pusat perbelanjaan  pada waktu jam kerja, secara tegas Satpol PP merazia meraka.
Dapat disimpulkan bahwa pemerintah mulai menerapkan kedisiplinan kepegawaian PNS dengan mengadakan razia PNS yang dilakukan waktu jam kerja dan memberlakukan sanksi administrasi bagi mereka yang melanggar.
B.   Dampak Pemberian SankSi Terhadap Kedisiplinan PNS
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil.  Peraturan disiplin Pegawai Negeri tersebut tentu saja mempunyai konsekuensi yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut berakibat pelaku pelanggaran  tersebut harus menjalani suatu hukuman tertentu, diantaranya adalah sanksi administrasi. Tujuan sanksi administrasi diberikan agar perbuatan pelanggaran tersebut dihentikan. Sebagai contoh adalah seorang PNS tidak hadir selama beberapa hari tanpa alasan yang jelas. Kemudian ia memperoleh teguran lisan dari atasannya dengan tujuan Pegawai tersebut tidak mengulangi kesalahannya.
Pemberian sanksi administrasi akan menimbulkan dampak baik bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan yang langsung memperoleh sanksi administrasi tersebut maupun Pegawai Negeri Sipil lainnya. Adanya pemberian sanksi tersebut setidaknya akan memberikan efek kepada PNS tersebut dimana akan timbul kekhawatiran adanya sanksi lebih lanjut yang lebih berat.
    Adanya sanksi administrasi yang dijatuhkan kepada seorang PNS hendaknya dijadikan pembelajaran bagi pegawai tersebut dan rekannya. Namun yang lebih penting lagi dilakukan adalah adanya pembinaan dan pengawasan agar tidak terjadi pelanggaran–pelanggaran lainnya. Selain itu juga patut dilihat alasan yang melatar belakangi dilakukannya pelanggaran tersebut.
Pemberian sanksi tentu saja akan mempunyai dampak baik bagi Pegawai Negeri yang bersangkutan maupun Pegawai yang lainnya. Ketika seorang Calon Hakim diberhentikan tidak dengan hormat karena mangkir tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas selama berbulan–bulan tentu membawa dampak sendiri bagi pegawai lainnya. Mereka takut melakukan kesalahan yang serupa karena dengan adanya pemberian sanksi tersebut secara otomatis mereka akan kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil.
    Pengawasan yang efektif akan memperlihatkan dan memelihara, disiplin yang baik maupun moral yang tinggi. Setiap pengawas yang menggunakan berbagai petunjuk dengan sebaik-baiknya, akan memperoleh hasil yang baik dari para pegawainya. Meskipun demikian, mengenai hal ini ada baiknya juga menggunakan teknik–teknik pengawasan dan kebijaksanaan–kebijaksanaan management lainnya yang menurut pengalaman pada umumnya telah menunjukkan keefektifan dalam mendorong dan memelihara semangat kerja pegawai yang baik.
Menurut kami pemberian hukuman tersebut sangatlah berdampak terhadap perubahan perilaku beberapa pegawai PNS. Karena dari hukuman yang mereka terima membuat para PNS lebih hati-hati dalam menjalankan tugasnya dan lebih memperbaiki kedisiplinannya, karena tidak ingin mendapatkan hukuman yang sama ataupun hukuman yang lebih berat lagi.
Namun, tidak semua PNS jera terhadap hukuman yang diberikan. Sebagian dari PNS ada juga yang merasa kalau hukuman tersebut masih dalam taraf hukuman ringan maka mereka tidak merasa takut atas hukuman tersebut.
    Pada akhirnya sebuah peraturan beserta sanksinya, dalam hal ini adalah sanksi administrasi Pegawai Negeri Sipil tidak akan berdampak besar dalam pembentukan aparatur yang bertanggung jawab bila tidak adanya kesadaran akan pentingnya kedisiplinan tersebut, tidak ditegakkannya hukum sebaik mungkin, tidak dilakukan pembinaan yang berkesinambungan serta pengawasan yang ketat.









BAB IV
PENUTUP

A.   Hasil Diskusi
1.    Pertanyaan
a.    Dwi Ayu:
Pada realitanya apakah sudah berdampak efek jera bagi Pegawai Negeri Sipil ketika melanggar kedisplinan yang diterapkan dalam peraturan-peraturan yang sudah ada?
b.    Misbah:
Hukuman apa yang diberikan kepada para Pegawain Negeri Sipil yang melanggar aturan kedisiplinan itu?
2.    Jawaban
a.    Dwi Ayu:
Menurut kami sudah aturang mengenai hukuman yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kedisiplinan saat bertugas sudah cukup memberikan dampak efek jera bagi yang melakukan.
b.    Misbah:
Seperti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Bahwa Bagi pegawai negeri Sipil yang melanggar kedisiplinan akan diberikan beberapa hukuman di atas agar memberikan efek jera bagi para PNS yang melanggar. Berikut adalah contoh pemberian hukuman kedisiplinan bagi pegawai PNS sesuai dengan hukuman yang disebutkan dapam Pasal 7 PP Nomor 53 Tahun 2010.
B.   Kesimpulan
1.    Penerapan sanksi administrasi pada Pegawai Negeri Sipil yang tidak disiplin sebagai aparatur yang bertangung jawab.
Pembentukan disiplin dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu melalui pengembangan disiplin pribadi yaitu pengembangan disiplin yang datang dari individu dan melalui penerapan tindakan disiplin yang ketat, artinya bagi seorang pegawai yang melakukan tindakan indisipliner akan dikenai hukuman atau sanksi sesuai dengan tingkatan kesalahan. Diadakannya disiplin bagi suatu organisasi pemerintah atau swasta mempunyai maksud dan tujuan tersendiri. Tujuan disiplin menurut Moekiyat adalah :
“Tujuan disiplin baik kolektif maupun perorangan yang sebenarnya adalah untuk menjuruskan atau mengarahkan tingkah laku pada realisasi yang harmonis dari tujuan yang diinginkan.”

2.    Dampak pemberian sanksi Administrasi sebagai aparatur yang bertanggung jawab.
Pemberian sanksi tentu saja akan mempunyai dampak baik bagim Pegawai Negeri yang bersangkutan maupun Pegawai yang lainnya. Ketika seorang Calon Hakim diberhentikan tidak dengan hormat karena mangkir tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas selama berbulan  bulan tentu membawa dampak sendiri bagi pegawai lainnya. Mereka takut melakukan kesalahan yang serupa karena dengan adanya pemberiansanksi tersebut secara otomatis mereka akan kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pada akhirnya sebuah peraturan beserta sanksinya, dalam hal ini adalah sanksi administrasi Pegawai Negeri Sipil tidak akan berdampak besar dalam pembentukan aparatur yang bersih dan berwibawa bila tidak adanya kesadaran akan pentingnya kedisiplinan tersebut.

3.   Saran
Dalam hal ini penulis berharap agar tulisan yang telah dibuat ini dapat menjadikan manfaat untuk pembaca terutama bagi penulis dalam menyusun dan menggali sedikit banyak ilmu dari tiap materi yang disampaikan penulis. Penulis pun mohon maaf jika masih banyak kesalahan dari isi tulisan atau sistematika penulisan, karena penulis juga masih dalam proses belajar. Dan diharapkan arahan atas saran pembaca dalam mengkritisi tulisan. Kurang lebihnya mohon maaf, penulis mengucapkan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

SF Marbun, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UIN Press, 2001.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2006.
Sunindia, Ninik Widiyanti, Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1992.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.


[1] Pasal 1 Ayat 1  PP Nomor 53 Tahun 2010, tentang Disiplin Pefawai Negeri Sipil
[2] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta:PT.RajaGrafindo,2006) h.315
[3]  Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2006),  h. 319

[4] Philipus dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia(Yogyakarta : Gajah Mada University Press), h. 250-265.
[5] Sunindhani dan Ninik Widiyanti, Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi, (Jakarta : PT Rineka Cipta), h. 151.
[6] Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia), h. 126.
 

2 komentar:

  1. First casino to match new players, kookoo.kr
    First casino to match new players, kookoo.kr. First casino to match new クイーンカジノ players, kookoo.kr. First casino 바카라사이트 to match new players, 퍼스트 카지노 kookoo.kr.First casino to match new players, kookoo.kr.

    BalasHapus
  2. Airjordan 8 Casino Online | Casino - Air Jordan 8
    Enjoy the most popular, best where can i find air jordan 18 retro red and most air jordan 1 retro high og university blue men luxurious casino games air jordan 18 retro good site and games around! Airjordan 8 Casino Online is an ideal venue for all where can you buy air jordan 18 retro toro mens sneakers types of where to get jordan 18 white royal blue players from

    BalasHapus